BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang Masalah
Di
era yang semakin berkembang sekarang banyak budaya yang bermunculan dan tidak
luput dari kemajuan teknologi yang semakin cangih untuk melakukan aktifitas seperti
halnya bertransaksi uang kepada orang lain ataupun keluarga tanpa harus
mengambilnya dulu ke bank jauh – jauh. Budaya membeli sekarang juga sudah lebih
praktis seperti saat lapar dan tidak ada makan di rumah lebih lagi malas untuk
keluar rumah, sekarang tingal angakat telepon dan menekan tombol yang ingin di
tuju makanan beberapa saat kemudian sudah datang.
Sebuah budaya biasanya terlahir karena factor keluarga,
teman, keabat, lingkungan, organisasi, dll. Bagaimana cara kita berbicara
kepada orang lain yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya,
membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Setiap kebudayaan terdiri dari sub-budaya – sub-budaya
yang lebih kecil yang memberikan identifikasi dan sosialisasi yang lebih
spesifik untuk para anggotanya. Sub-budaya dapat dibedakan menjadi empat jenis:
kelompok nasionalisme, kelompok keagamaan, kelompok ras, area geografis. Banyak
subbudaya membentuk segmen pasar penting dan pemasar seringkali merancang
produk dan program pemasaran yang disesuaikan dengan kebutuhan konsumen.
Kebudayaan dalam bahasa Inggris disebut culture. Kata
tersebut sebenarnya berasal dari bahasa Latin = colere yang berarti
pemeliharaan, pengelolaan tanah menjadi tanah pertanian. Sedangkan kata budaya
berasal dari bahasa Sansekerta yaitu kata buddayah. Kata budayyah berasal dari
kata budhi atau akal. manusia memiliki unsur-unsur potensi budaya yaitu pikiran
(cipta), rasa dan kehendak (karsa). Hasil ketiga potensi budaya itulah yang
disebut kebudayaan.
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut :
1. Kebudayaan
itu hanya dimiliki oleh masyarakat manusia
2. Kebudayaan
itu tidak diturunkan secara biologis melainkan diperoleh melalui proses belajar
3. Kebudayaan
itu didapat, didukung dan diteruskan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Menurut Selo Soedmardjan dan Soelaiman Soemardi,
kebudayaan adalah sarana hasil karya,rasa, dan cipta masyarkat. Dari berbagai
definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah
sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau
gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan
sehari-hari kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedagkan perwujudan kebudayaan
adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya,
berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola
perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial,religi, seni, dll, yang
kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan
bermasyarakat.
1.2. Rumusan
Masalah
Berdasarkan identifikasi dan batasan masalah di atas,
masalah dalam perumusan ini dirumuskan sebagai berikut :
1) Pengertian
kebudayaan
2) Dimanakah
seseorang menemukan nilai-nilai yang dianutnya
3) Pengaruh
kebudayaan terhadap perilaku konsumen
4) Struktur
konsumsi
5) Dampak
nilai-nilai inti terhadap pemasar
6) Perubahan
nilai
7) Perubahan
institusi
1.3. Tujuan
Pembahasan
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk :
1) Menjelaskan
pengertian kebudayaan
2) Mengetahui
dimana seseorang menemukan nilai-nilai yang dianutnya
3) Memahami
dan menjelaskan pengaruh kebudayaan terhadap perilaku konsumen
4) Mendefinisikan struktur konsumen berdasar kebudayaannya
5) Menjelaskan
dampak nilai-nilai inti terhadap pemasar
6) Menjelaskan
pengaruh perubahan nilai terhadap upaya pemasaran
7) Menjelaskan
pengaruh perubahan institusi terhadap upaya pemasaran
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Kebudayaan
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta
yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal)
diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat.
Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala
sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki
oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah
Cultural-Determinism. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang
turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut
sebagai superorganic.
Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan
pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan
struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala
pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan
keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan
lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh
pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat
pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran
manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang
diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan
benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan
hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya
ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
2.2. Dimanakah Seseorang Menemukan Nilai-nilai
Yang Dianutnya
Nilai-nilai
budaya merupakan nilai- nilai yang disepakati dan tertanam dalam suatu
masyarakat, lingkup organisasi, lingkungan masyarakat, yang mengakar pada suatu
kebiasaan, kepercayaan (believe), simbol-simbol, dengan karakteristik tertentu
yang dapat dibedakan satu dan lainnya sebagai acuan prilaku dan tanggapan atas
apa yang akan terjadi atau sedang terjadi.
Nilai-nilai budaya akan tampak pada simbol-simbol, slogan, moto, visi misi,
atau sesuatu yang nampak sebagai acuan pokok moto suatu lingkungan atau
organisasi.
Ada tiga hal
yang terkait dengan nilai-nilai budaya ini yaitu :
1. Simbol-simbol,
slogan atau yang lainnya yang kelihatan kasat mata (jelas)
2. Sikap,
tindak laku, gerak gerik yang muncul akibat slogan, moto tersebut
3. Kepercayaan
yang tertanam (believe system) yang mengakar dan menjadi kerangka acuan dalam
bertindak dan berperilaku (tidak terlihat).
Ciri-ciri pembentukan nilai-nilai sosial yang di anut :
1. Merupakan
konstruksi masyarakat sebagai hasil interaksi antarwarga masyarakat.
2. Disebarkan
di antara warga masyarakat (bukan bawaan lahir).
3. Terbentuk
melalui sosialisasi (proses belajar)
4. Merupakan
bagian dari usaha pemenuhan kebutuhan dan kepuasan sosial manusia.
5. Bervariasi
antara kebudayaan yang satu dengan kebudayaan yang lain.
6. Dapat
memengaruhi pengembangan diri sosial.
7. Memiliki
pengaruh yang berbeda antarwarga masyarakat.
8. Cenderung
berkaitan satu sama lain.
Berdasarkan ciri-cirinya, nilai sosial dapat dibagi
menjadi dua macam, yaitu nilai dominan dan nilai mendarah daging (internalized
value).
Nilai dominan adalah nilai yang dianggap lebih penting
daripada nilai lainnya. Ukuran dominan tidaknya suatu nilai didasarkan pada
hal-hal berikut.
1. Banyak
orang yang menganut nilai tersebut. Contoh, sebagian besar anggota masyarakat
menghendaki perubahan ke arah yang lebih baik di segala bidang, seperti
politik, ekonomi, hukum, dan sosial.
2. Berapa
lama nilai tersebut telah dianut oleh anggota masyarakat.
3. Tinggi
rendahnya usaha orang untuk dapat melaksanakan nilai tersebut. Contoh, orang
Indonesia pada umumnya berusaha pulang kampung (mudik) di hari-hari besar
keagamaan, seperti Lebaran atau Natal.
4. Prestise
atau kebanggaan bagi orang yang melaksanakan nilai tersebut. Contoh, memiliki
mobil dengan merek terkenal dapat memberikan kebanggaan atau prestise
tersendiri.
Nilai mendarah daging adalah nilai yang telah menjadi
kepribadian dan kebiasaan sehingga ketika seseorang melakukannya kadang tidak
melalui proses berpikir atau pertimbangan lagi (bawah sadar). Biasanya nilai
ini telah tersosialisasi sejak seseorang masih kecil. Umumnya bila nilai ini
tidak dilakukan, ia akan merasa malu, bahkan merasa sangat bersalah. Contoh,
seorang kepala keluarga yang belum mampu memberi nafkah kepada keluarganya akan
merasa sebagai kepala keluarga yang tidak bertanggung jawab. Demikian pula,
guru yang melihat siswanya gagal dalam ujian akan merasa gagal dalam mendidik
anak tersebut.
Bagi manusia, nilai berfungsi sebagai landasan, alasan,
atau motivasi dalam segala tingkah laku dan perbuatannya. Nilai mencerminkan
kualitas pilihan tindakan dan pandangan hidup seseorang dalam masyarakat.
Menurut Notonegoro,nilai sosial terbagi 3, yaitu:
1. Nilai
material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi fisik/jasmani seseorang.
2. Nilai
vital, yaitu segala sesuatu yang mendukung aktivitas seseorang.
3. Nilai
kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi jiwa/psikis seseorang.
2.3. Pengaruh Kebudayaan Terhadap Perilaku
Konsumen
1. Faktor
Budaya
Faktor budaya memberikan pengaruh
paling luas dan dalam pada perilaku konsumen. Pengiklan harus mengetahui
peranan yang dimainkan oleh budaya, subbudaya dan kelas sosial pembeli. Budaya
adalah penyebab paling mendasar dari keinginan dan perilaku seseorang.
Sub-budaya dapat dibedakan menjadi empat jenis : kelompok nasionalisme,
kelompok keagamaan, kelompok ras, area geografis.
Kelas-kelas sosial adalah masyarakat
yang relatif permanen dan bertahan lama dalam suatu masyarakat, yang tersusun
secara hierarki dan keanggotaanya mempunyai nilai, minat dan perilaku yang
serupa. Kelas sosial bukan ditentukan oleh satu faktor tunggal, seperti
pendapatan, tetapi diukur dari kombinasi pendapatan, pekerjaan, pendidikan,
kekayaan dan variabel lain.
2. Pengaruh
Budaya Yang Tidak Disadari
Dengan adanya kebudayaan, perilaku
konsumen mengalami perubahan. Dengan memahami beberapa bentuk budaya dari
masyarakat, dapat membantu pemasar dalam memprediksi penerimaan konsumen
terhadap suatu produk. Pengaruh budaya dapat mempengaruhi masyarakat secara
tidak sadar.
3. Pengaruh
Budaya dapat Memuaskan Kebutuhan
Budaya yang ada di masyarakat dapat
memuaskan kebutuhan masyarakat. Budaya dalam suatu produk yang memberikan
petunjuk, dan pedoman dalam menyelesaikan masalah dengan menyediakan metode
"Coba dan Buktikan" dalam memuaskan kebutuhan fisiologis, personal
dan sosial.
4. Pengaruh
Budaya Dapat Dipelajari
Budaya dapat dipelajari sejak seseorang
sewaktu masih kecil, yang memungkinkan seseorang mulai mendapat nilai-nilai
kepercayaan dan kebiasaan dari lingkungan yang kemudian membentuk kepribadian
seseorang. Berbagai macam cara budaya dapat dipelajari. Seperti yang diketahui
secara umum yaitu misalnya ketika orang dewasa dan rekannya yang lebih tua
mengajari anggota keluarganya yang lebih muda mengenai cara berperilaku. Begitu
juga dalam dunia industri, perusahaan periklanan cenderung memilih cara
pembelajaran secara informal dengan memberikan model untuk ditiru masyarakat.
Iklan tidak hanya mampu mempengaruhi persepsi sesaat konsumen mengenai
keuntungan dari suatu produk, namun dapat juga mempengaruhi persepsi generasi
mendatang mengenai keuntungan yang akan didapat dari suatu kategori produk tertentu.
5. Pengaruh
Budaya yang Berupa Tradisi
Tradisi adalah aktivitas yang
bersifat simbolis yang merupakan serangkaian langkah-langkah (berbagai
perilaku) yang uncul dalam rangkaian yang pasti dan terjadi berulang-ulang. Hal
yang penting dari tradisi ini untuk para pemasar adalah fakta bahwa tradisi
cenderung masih berpengaruh terhadap masyarakat yang menganutnya. Misalnya
yaitu, natal, yang selalu berhubungan dengan pohon cemara. Dan untuk
tradistradisi misalnya pernikahan, akan membutuhkan perhiasan-perhiasan sebagai
perlengkapan acara tersebut.
2.4. Struktur Konsumsi
Secara matematis struktur konsumsi yaitu menjelaskan
bagaimana harga beragam sebagai hasil dari keseimbangan antara ketersediaan
produk pada tiap harga (penawaran) dengan kebijakan distribusi dan keinginan
dari mereka dengan kekuatan pembelian pada tiap harga (permintaan). Grafik ini
memperlihatkan sebuah pergeseran ke kanan dalam permintaan dari D1 ke D2
bersama dengan peningkatan harga dan jumlah yang diperlukan untuk mencapai
sebuah titik keseimbangan (equibilirium) dalam kurva penawaran (S).
2.5. Dampak Nilai-nilai Inti Terhadap Pemasar
1. Kebutuhan
Konsep dasar yang melandasi
pemasaran adalah kebutuhan manusia. Kebutuhan manusia adalah pernyataan dari
rasa kehilangan, dan manusia mempunyai banyak kebutuhan yang kompleks. Semua
kebutuhan berasal dari masyarakat konsumen, bila tidak puas, konsumen akan
mencari produk atau jasa yang dapat memuaskan kebutuhan tersebut.
2. Keinginan
Keinginan digambarkan dalam bentuk
objek yang akan memuaskan kebutuhan mereka atau keinginan adalah hasrat akan
penawar kebutuhan yang spesifik. Masyarakat yang semakin berkembang,
keinginannya juga semakin luas, tetapi ada keterbatasan dana, waktu, tenaga dan
ruang, sehingga dibutuhkan perusahaan yang bisa memuaskan keinginan sekaligus
memenuhi kebutuhan manusia dengan menebus keterbatasan tersebut, paling tidak
meminimalisasi keterbatasan sumber daya.
3. Permintaan
Dengan keinginan dan kebutuhan serta
keterbatasan sumber daya tersebut, akhirnya manusia menciptakan permintaan akan
produk atau jasa dengan manfaat yang paling memuaskan. sehingga muncullah
istilah permintaan, yaitu keinginan manusia akan produk spesifik yang didukung
oleh kemampuan dan ketersediaan untuk membelinya.
2.6. Perubahan Nilai
Budaya juga perlu mengalami perubahan nilai. Ada beberapa
aspek dari perlunya perluasan perubahan budaya yaitu :
1. Budaya
merupakan konsep yang meliputi banyak hal atau luas. Hal tersebut termasuk
segala sesuatu dari pengaruh proses pemikiran individu dan perilakunya. Ketika
budaya tidak menentukan sifat dasar dari frekuensi pada dorongan biologis
seperti lapar, hal tersebut berpengaruh jika waktu dan cara dari dorongan ini
akan memberi kepuasan.
2. Budaya
adalah hal yang diperoleh. Namun tidak memaksudkan mewarisi respon dan
kecenderungan. Bagaimanapun juga, bermula dari perilaku manusia tersebut.
3. Kerumitan
dari masyarakat modern yang merupakan kebenaran budaya yang jarang memberikan
ketentuan yang terperinci atas perilaku yang tepat.
2.7. Perubahan Institusi
1. Variasi
nilai perubahan dalam nilai budaya terhadap pembelian dan konsumsi
Nilai budaya memberikan dampak yang
lebih pada perilaku konsumen dimana dalam hal ini dimasukkan kedalam
kategori-kategori umum yaitu berupa orientasi nilai-nilai lainnya yaitu
merefleksi gambaran masyarakat dari hubungan yang tepat antara individu dan
kelompok dalam masyarakat. Hubungan ini mempunyai pengaruh yang utama dalam
praktek pemasaran. Sebagai contoh, jika masyarakat menilai aktifitas kolektif,
konsumen akan melihat kearah lain pada pedoman dalam keputusan pembelanjaan dan
tidak akan merespon keuntungan pada seruan promosi untuk “menjadi seorang
individual”. Dan begitu juga pada budaya yang individualistik. Sifat dasar dari
nilai yang terkait ini termasuk individual/kolektif, kaum muda/tua,
meluas/batas keluarga, maskulin/feminim, persaingan/kerjasama, dan
perbedaan/keseragaman.
2. Individual/kolektif
Budaya individualis terdapat pada
budaya Amerika, Australia, Inggris, Kanada, New Zealand, dan Swedia. Sedangkan
Taiwan, Korea, Hongkong, Meksiko, Jepang, India, dan Rusia lebih kolektifis
dalam orientasi mereka. Nilai ini adalah faktor kunci yang membedakan budaya,
dan konsep diri yang berpengaruh besar pada individu. Tidak mengherankan,
konsumen dari budaya yang memiliki perbedaan nilai, berbeda pula reaksi mereka
pada produk asing, iklan, dan sumber yang lebih disukai dari suatu informasi.
Seperti contoh, konsumen dari Negara yang lebih kolektifis cenderung untuk
menjadi lebih suka meniru dan kurang inovatif dalam pembelian mereka
dibandingkan dengan budaya individualistik. Dalam tema yang diangkat seperti ” be
your self” dan “stand out”, mungkin lebih efektif dinegara amerika tapi secara
umum tidak di negara Jepang, Korea, atau Cina.
3. Usia
muda/tua
Dalam hal ini apakah dalam budaya
pada suatu keluarga, anak-anak sebagai kaum muda lebih berperan dibandingkan dengan
orang dewasa dalam pembelian. Dengan kata lain adalah melihat faktor budaya
yang lebih bijaksana dalam melihat sisi dari peran usia. Seperti contoh di
Negara kepulauan Fiji, para orang tua memilih untuk menyenangkan anak mereka
dengan membeli suatu barang. Hal ini berbeda dengan para orang tua di Amerika
yang memberikan tuntutan yang positif bagi anak mereka. Disamping itu, walaupun
Cina memiliki kebijakan yang mengharuskan untuk membatasi keluarga memiliki
lebih dari satu anak, tetapi bagi budaya mereka anak merupakan “kaisar kecil”
bagi mereka. Jadi, apapun yang mereka inginkan akan segera dipenuhi. Dengan
kata lain, penting untuk diingat bahwa segmen tradisional dan nilai masih
berpengaruh dan pera pemasar harus menyesuaikan bukan hanya pada lintas budaya
melainkan juga pada budaya didalamnya.
4. Luas/batasan
keluarga
Yang dimaksud disini adalah
bagaimana keluarga dalam suatu budaya membuat suatu keputusan penting bagi
anggota keluarganya. Dengan kata lain apakah peran orang dewasa (orang tua)
memiliki kebijakan yang lebih dalam memutuskan apa yang terbaik bagi anaknya.
Atau malah sebaliknya anak-anak memberi keputusan sendiri apa yang terbaik bagi
diri mereka sendiri. Dan bisa dikatakan juga bahwa pengaruh pembelian oleh
orang tua akan berpengaruh untuk seterusnya pada anak. Seperti contoh pada
beberapa budaya yaitu seperti di Meksiko, sama halnya dengan Amerika, peran
orang dewasa sangat berpengaruh. Para orang tua lebih memiliki kecenderungan
dalam mengambil keputusan dalam membeli. Begitu juga para orang dewasa muda di
Thailand yang hidup sendiri diluar dari orang tua atau keluarga mereka. Tetapi
ketergantungan dalam membeli masih dipengaruhi oleh orang tua maupun keluarga
mereka. Yang lain halnya di India, sesuatu hal yang akan dibeli diputuskan bersama-sama
dalam satu keluarga yaitu seperti diskusi keluarga diantara mereka.
BAB
III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Nilai budaya memberikan dampak yang lebih pada perilaku
konsumen dimana dalam hal ini dimasukkan ke dalam kategori-kategori umum yaitu
berupa orientasi nilai-nilai lainnya yaitu merefleksi gambaran masyarakat dari
hubungan yang tepat anatar individu dan kelompok dalam masyarakat. Hubungan ini
mempunyai pengaruh yang utama dalam praktek pemasaran. sebagai contoh, jika
masyarakat menilai aktifitas kolektif, konsumen akan melihat ke arah lain pada
pedoman dalam keputusan pembelanjaan dan tidak akan merespon keuntungan pada
seruan promosi untuk "menjadi seorang individual". Dan begitu juga
pada budaya yang individualistik. Sifat dasar dari nilai yang terkait ini
termasuk individual/kolektif, kaum muda/tua, meluas/batas keluarga,
maskulin/feminim, persaingan/kerjasama dan perbedaan/keseragaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar