“Diam itu baik, tapi tak selalu
baik. Diam untuk menghindari salah kata dan dosa, itu lebih baik. Tapi bicara
dengan baik saat ada kesalahan dan dosa dengan tujuan mengingatkan dan mencegah
dosa, itu ISTIMEWA. Diam itu “bicara”
terbaik saat emosi, daripada mengungkap rasa dan menyakiti. Diam itu “sikap”
terbaik saat keadaan tak menentu dan diluar kemampuan kita. Tapi diam adalah “keputusan” yang salah
bila kita bisa berbuat lebih dengan “bicara”, kita bisa memperbaiki dengan “bicara””.
Diam mu membawa ku luka
Pergi mu membawa ku luka
Hilang mu membawa ku luka
Kamu hentikan nikmat Tuhan
bernama Jum’at, Sabtu, Minggu dan Libur tanggal merah untuk ku bisa menghabiskan
waktu denganmu
Kamu buyarkan anganku meraih
bahagia demi tercapainya BEP dan keselarasan HQQ bersama yang sudah kamu atur begitu cantik bahkan sebegitu menarik walaupun aku hanya membayangkanya
Kamu patahkan semua semangat ku
mengobati luka terdahulu yang pada akhirnya malah tertambahkan lagi semakin tak
terhingga karenamu
Kalau tau akan berakhir berkubik
luka, tak kan aku niatkan lillahita’ala serius ku untuk kamu
seorang. Karena menata hati kembali saat proses pembangunan pondasi
keseriusan itu terhancurkan, sama saja seperti mengharap matahari pada
musim salju tiba.
Teruntukmu disana…. Maaf aku
belum bisa jadi wanita terbaik versi yang kamu mau. Walaupun diluar sana banyak
yang bilang “orang baik akan dipasangkan dengan orang baik; begitupun
sebaliknya” namun aku percaya, aku kamu (KITA)
bukan berarti sama-sama orang tidak baik, hanya saja aku yang gagal mencapai taraf
kebaikanmu. Karena sejujurnya, mengayuh sepeda dengan satu kaki akan terasa
percuma tanpa kayuh-an kaki yang satu lagi.
Terima kasih telah
mengajarkanku arti kegagalan. Entah nanti akan seperti apa, semoga kedepannya
aku tak salah menetapkan keseriusan.
Baby, I love you but I really hate you 💛💛💛💛💛